TENGGELAMNYA CAKRAWALA SENJA
Judul: Tenggelamnya Cakrawala Senja
Penulis: Surya Sulfiana Azis
Tepatnya di bawah Jembatan Layang atau yang lebih familiar di sebut dengan Fly Over Makassar. Tak jauh dari tempat tinggalku. Jembatan yang selalu ramai bila senja tiba, banyak aktivitas disana. Ada yang sibuk nongkrong, pacaran, ngamen dan ada pula yang sibuk menjajakan dagangannya.
Saat itu aku sendir hendak menyebrang, tiba2 seorang pria yang menghampiriku langkahnya sempoyongan, dengan style ala preman. Lama ku pandangi dan ku amati dirinya, tanpa sadar dia menarikku kesebrang jalan
"Disini bahaya kalo nyebrang sendirian" Ucapnya lalu pergi meninggalkanku. Baru ku sadari kalau diriku sudah berada di sebrang jalan. Aku pun pulang dengan sejuta ingatan mengenai peristiwa tadi.
Disetiap senja ku habiskan waktuku untuk mengamati Pria itu, hampir setiap senja, saat cakrawala mulai tenggelam. Seksama ku amati aktivitasnya setiap hari dia hanya sibuk membantu orang menyebrang, adapun beberapa orang yang ibah lalu mengeluarkan uang beberapa lembar dari dalam dompetnya lalu menyodorkan kepada pria yang sampai saat ini tak ketahui namanya, "Maaf bu ikhlasja bantuki." Ucapnya menolak.
"Ternyata jaman sekarang ini masih ada orang baik berpenampilan seperti dia" Batinku bergumam, Kadang sesekali iya mengambil batang rokokx lalu menghisapnya dalam2.
Dua minggu terakhir ini aku di disibukkan dengan tugas kuliah dan memaksaku harus pulang ke Jeneponto.
"Ahh sial padahal sedang asyik2nya aku mengamati orang itu." Umpatku dalam hati.
Hari berganti waktu berjalan terus, Tugas kuliah usai aku kembali ke Makassar, ku lanjutkan kembali aktivitas yang kemarin sempat terhenti.
Tapi entah kenapa sudah hampir seminggu ini dia tidak kelihatan, rasa penasaranku muncul, ku telusuri lorong2 kolong Jembatan berharap bisa menemukanya, keasyikan mencari tanpa sadar menabrak seorang pria "Bruaaakk..",
"Maaf nah" Ucapku gugup,
"Ohiye ndk apa2ji, tabe' mari saya bantu." Tawarnya, sambil membantuku berdiri.
"Ohiye Makasih".
"Kalo boleh tau apa ki bikin disini, jalan sendirian, banyak laki2 nakal disini." Ucapanya,
"Yek ada ku cari, kemanai laki2 yang biasa kasi nyebrang orang disini?" Tanyaku.
"Oh Cakrawala Senja?" Jawabnya, "Itumi mungkin namanya kah ndak saya tauki namanya, dimanai kah lamami ndak kuliat",
"Meninggalmi yek, hmpirmi seminggu meninggalnya.",
"Hah? Kenapa bisa?" Tanyaku kaget.
"Lamami sakit kasian" Jawabnya menunduk.
Akhirnya kami terlibat percakapan, dan ternyata orang yang bertabrakan denganku tadi adalah Wawan teman karibnya Cakra, banyak yang iya ceritakan tentang Cakra. "Cakra itu bukan nama sebenarnya nama aslinya itu Ilham, orang2 ji kasiki nama begitu kah senja tompi itu baru ada disini kasi nyebrang orang, makanya di kasi nama Cakrawala Senja, tapi apa sekarang Tenggelammi Cakrawala Senja, tidak adami pergimi untuk selamanya. Dulunya itu dia tukang begalki, obat2an sama pengedar juga, tapi semenjak kenaki Aids begitumi nakerja setiap hari kasi nyebrang orang, kasi makan anak2 disini, rajinji juga shalat, pernah ih juga diusir dari Masjid karena orang kaya dia beng ndak pantas masuk di Masjid, paling pergi mencuri, tapi ndak maran tonji terpaksa shalat disini ih beralaskan koran, biasaji juga curhat Ilham tentang kita yang selalu perhatikangi, nacari jaki juga waktunya 3minggu yang lalu karena ndak pernah maki ada naliat."
"Astaga ternyata natauki kalau selama ini saya perhatikangi?, 2 mingguka di Jeneponto urus kuliahku."
"Banyakji yang datang ke pemakamannya, sadarmi juga orang tuanya kalo selama ini di abaikanji, padahal baru 21 umurnya, sebenarnya dia itu anak orang kaya, cuman sibuk semua orang tuanya kerja, itumi yang bikinngi begitu, tabe ini ada secarik kertas ku dapat di saku bajunya sempat mauki bacaih, saya saja nangis bacaih.
"Mah, pah kapan kita pertanyakan cita2ku, kapan kita kasika kasih sayang seperti orang tua lainya kepada anaknya, Mah bosanka makan diluar, mauka masakanta, cita2ku toh mah moka jadi Polisi lalu lintas kasi nyebrang orang, apalagi ibu2 atau nenek ku kasi nyebrang" Begitu curhatan Ilham dalam secarik kertas itu, dari isi suratnya yang menceritakan sosok dirinya yang butuh kasih sayang.
Ilham kini menjadi inspirasi bagi banyak orang, cerita ini menyimpulkan kalau kita tidak bisa menilai seseorang dari penampilan. Terbukti bahwa seorang Ilham atau Cakrawala Senja yang dulunya Tukang Begal mampu mengubah dirinya, mendedikasikan dirinya untuk orang banyak. Jadi Stop menilai cover seseorang.
#TheEnd
#PenulisAmatiran
Penulis: Surya Sulfiana Azis
Tepatnya di bawah Jembatan Layang atau yang lebih familiar di sebut dengan Fly Over Makassar. Tak jauh dari tempat tinggalku. Jembatan yang selalu ramai bila senja tiba, banyak aktivitas disana. Ada yang sibuk nongkrong, pacaran, ngamen dan ada pula yang sibuk menjajakan dagangannya.
Saat itu aku sendir hendak menyebrang, tiba2 seorang pria yang menghampiriku langkahnya sempoyongan, dengan style ala preman. Lama ku pandangi dan ku amati dirinya, tanpa sadar dia menarikku kesebrang jalan
"Disini bahaya kalo nyebrang sendirian" Ucapnya lalu pergi meninggalkanku. Baru ku sadari kalau diriku sudah berada di sebrang jalan. Aku pun pulang dengan sejuta ingatan mengenai peristiwa tadi.
Disetiap senja ku habiskan waktuku untuk mengamati Pria itu, hampir setiap senja, saat cakrawala mulai tenggelam. Seksama ku amati aktivitasnya setiap hari dia hanya sibuk membantu orang menyebrang, adapun beberapa orang yang ibah lalu mengeluarkan uang beberapa lembar dari dalam dompetnya lalu menyodorkan kepada pria yang sampai saat ini tak ketahui namanya, "Maaf bu ikhlasja bantuki." Ucapnya menolak.
"Ternyata jaman sekarang ini masih ada orang baik berpenampilan seperti dia" Batinku bergumam, Kadang sesekali iya mengambil batang rokokx lalu menghisapnya dalam2.
Dua minggu terakhir ini aku di disibukkan dengan tugas kuliah dan memaksaku harus pulang ke Jeneponto.
"Ahh sial padahal sedang asyik2nya aku mengamati orang itu." Umpatku dalam hati.
Hari berganti waktu berjalan terus, Tugas kuliah usai aku kembali ke Makassar, ku lanjutkan kembali aktivitas yang kemarin sempat terhenti.
Tapi entah kenapa sudah hampir seminggu ini dia tidak kelihatan, rasa penasaranku muncul, ku telusuri lorong2 kolong Jembatan berharap bisa menemukanya, keasyikan mencari tanpa sadar menabrak seorang pria "Bruaaakk..",
"Maaf nah" Ucapku gugup,
"Ohiye ndk apa2ji, tabe' mari saya bantu." Tawarnya, sambil membantuku berdiri.
"Ohiye Makasih".
"Kalo boleh tau apa ki bikin disini, jalan sendirian, banyak laki2 nakal disini." Ucapanya,
"Yek ada ku cari, kemanai laki2 yang biasa kasi nyebrang orang disini?" Tanyaku.
"Oh Cakrawala Senja?" Jawabnya, "Itumi mungkin namanya kah ndak saya tauki namanya, dimanai kah lamami ndak kuliat",
"Meninggalmi yek, hmpirmi seminggu meninggalnya.",
"Hah? Kenapa bisa?" Tanyaku kaget.
"Lamami sakit kasian" Jawabnya menunduk.
Akhirnya kami terlibat percakapan, dan ternyata orang yang bertabrakan denganku tadi adalah Wawan teman karibnya Cakra, banyak yang iya ceritakan tentang Cakra. "Cakra itu bukan nama sebenarnya nama aslinya itu Ilham, orang2 ji kasiki nama begitu kah senja tompi itu baru ada disini kasi nyebrang orang, makanya di kasi nama Cakrawala Senja, tapi apa sekarang Tenggelammi Cakrawala Senja, tidak adami pergimi untuk selamanya. Dulunya itu dia tukang begalki, obat2an sama pengedar juga, tapi semenjak kenaki Aids begitumi nakerja setiap hari kasi nyebrang orang, kasi makan anak2 disini, rajinji juga shalat, pernah ih juga diusir dari Masjid karena orang kaya dia beng ndak pantas masuk di Masjid, paling pergi mencuri, tapi ndak maran tonji terpaksa shalat disini ih beralaskan koran, biasaji juga curhat Ilham tentang kita yang selalu perhatikangi, nacari jaki juga waktunya 3minggu yang lalu karena ndak pernah maki ada naliat."
"Astaga ternyata natauki kalau selama ini saya perhatikangi?, 2 mingguka di Jeneponto urus kuliahku."
"Banyakji yang datang ke pemakamannya, sadarmi juga orang tuanya kalo selama ini di abaikanji, padahal baru 21 umurnya, sebenarnya dia itu anak orang kaya, cuman sibuk semua orang tuanya kerja, itumi yang bikinngi begitu, tabe ini ada secarik kertas ku dapat di saku bajunya sempat mauki bacaih, saya saja nangis bacaih.
"Mah, pah kapan kita pertanyakan cita2ku, kapan kita kasika kasih sayang seperti orang tua lainya kepada anaknya, Mah bosanka makan diluar, mauka masakanta, cita2ku toh mah moka jadi Polisi lalu lintas kasi nyebrang orang, apalagi ibu2 atau nenek ku kasi nyebrang" Begitu curhatan Ilham dalam secarik kertas itu, dari isi suratnya yang menceritakan sosok dirinya yang butuh kasih sayang.
Ilham kini menjadi inspirasi bagi banyak orang, cerita ini menyimpulkan kalau kita tidak bisa menilai seseorang dari penampilan. Terbukti bahwa seorang Ilham atau Cakrawala Senja yang dulunya Tukang Begal mampu mengubah dirinya, mendedikasikan dirinya untuk orang banyak. Jadi Stop menilai cover seseorang.
#TheEnd
#PenulisAmatiran
Komentar
Posting Komentar